MENGURAI LUKA MENEMUKAN SYUKUR

By 1 bulan lalu 2 menit membaca

Aku Bersama Jiwa yang Lelah

Refleksi tentang Luka, Syukur dan Kepasrahan

Terkadang aku ingin sekali menguliti luka-luka lama. Luka yang menjamur dalam gelap, menumpuk tanpa pernah benar-benar hilang. Aku ingin mengupasnya satu per satu, hingga semuanya lepas sampai aku bisa bernapas dengan lega.

“Ada sesak yang tak bisa dihindari. Ada momen yang tiba-tiba menyeret kembali rasa kecewa, kesedihan, kehilangan, kesalahan, bahkan perasaan diabaikan yang pernah begitu menyakitkan.”

Begitulah hidup. Bukan karena aku belum rela. Bukan pula karena aku tak mampu memaafkan. Ini tentang bekas yang tak pernah benar-benar hilang. Ia bisa disamarkan, tapi tak pernah terhapus sepenuhnya.

Syukur

Syukur memang bukan obat ajaib, tapi ia sanggup meringankan beban. Syukur adalah titik terang kecil yang memberi ruang napas di dada yang sesak. Di tengah rutinitas yang berulang, di antara memori yang tak kunjung memudar, di sela pencaiaian yang kadang terasa hampa—syukur hadir sebagai penyeimbang.

“Aku belajar diam di tengah hiruk pikuk. Belajar menerima walau belum paham. Belajar merasa cukup walau masih merasa kurang.”

Air Mata

Ada waktu di mana air mata tak sempat tumpah. Ia hanya menggenang di pelupuk mata, menolak jatuh. Tapi keberadaannya cukup untuk menyesakkan dada. Ia diam namun menghantam.

“Saat itu, aku suka pergi ke tempat baru. Menyatu dengan suasana yang berbeda, menghirup udara yang asing, memandangi pemandangan yang belum pernah kutemui.”

Bersama orang-orang tersayang, atau bahkan sendirian. Di sanalah kadang aku merasa bisa bernapas lebih lega. Merasa bebas karena tak banyak yang mengenalku.

Kembali pada Tuhan

Semakin banyak yang kualami, semakin dalam aku menyelami makna hidup ini. Pada akhirnya, semua kegelisahan kutitipkan kepada Allah SWT.

“Kupasrahkan semua kepada Allah SWT. Yang selalu membuatku takjub atas Rahman dan Rahimnya. Maha pemberi ketenangan atas kegelisahan semu manusia.”

Di sanalah aku menemukan ketenangan. Di sanalah luka-luka berhenti menjerit. Dan di sanalah, aku menemukan bahwa setiap luka selalu punya jalan pulangnya sendiri.

“Setiap luka selalu punya jalan pulangnya sendiri.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

MENGURAI LUKA MENEMUKAN SYUKUR - HAYYUNADIRA
Menu
Cari
Bagikan
Lainnya
0%