Di tengah riuhnya rengekan si bungsu yang tak ingin jauh dariku, atau ocehan si kakak yang asyik bercerita tentang teman-teman di sekolahnya, aku merasa seperti sedang mengayuh perahu kecil di samudera kehidupan yang tak pernah sepi dari ombak. Ada saja pekerjaan rumah dan tantangan baru yang seolah tak ada habisnya. Mulai PR siswa kelas 2 SD yang perlu didampingi, kelakuan si bungsu yang semakin beraneka warna bahkan kerinduan mendalam pada si sulung yang baru seminggu merantau. Kadang, saat menatap cermin di sela-sela kesibukan ini, aku bertanya-tanya, apakah semua ini hanya tentang rutinitas dan mengejar duniawi semata?
Namun, di tengah kelelahan fisik dan pikiran itu, ada bisikan lembut di hati yang mengingatkan. Bahwa setiap helaan napas, setiap tetes keringat yang mengalir, bukanlah semata-mata karena obsesi pada gemerlap dunia. Melainkan, sebuah ikhtiar yang dilandasi keyakinan, bahwa Allah, dengan segala kasih sayang-Nya, tak pernah meninggalkan hamba-Nya. Ia selalu ada, membersamai setiap langkah.
Pagi di rumah kami kadang-kadang dimulai dengan drama kecil dari dua putri kecil kami di rumah. Anak pertama kami, jagoan kecil yang sudah menginjak usia 12 tahun, baru seminggu yang lalu menginjakkan kaki di pesantren. Rasanya baru kemarin aku merasakan hangat cium tangan si abang sebelum pergi ke sekolah, kini ia sudah harus mandiri jauh dari dekapan. Meninggalkan kami dengan si kakak, putri manis kelas 2 SD yang ceriwis, dan si bungsu yang sedang aktif-aktifnya mengeksplorasi setiap sudut rumah. Lengah sedikit saja, ada saja sesuatu yang akan masuk ke mulutnya.
Sebelum matahari benar-benar terbit, aku sudah harus sigap menyiapkan peralatan sekolah si kakak, memastikan seragamnya rapi, dan menjawab berbagai pertanyaan polos yang terkadang membuat aku tersenyum geli. Sementara itu, si bungsu dengan teliti mengikuti arah gerak bundanya. Pagi yang sungguh padat, ya!
Bagi sebagian orang, pemandangan ini mungkin terlihat biasa saja. Tapi bagiku, ini adalah medan perjuangan sekaligus taman bermain. Ada kalanya aku merasa seperti seorang wonder woman yang harus melakukan segalanya dalam waktu bersamaan. Menemani si bungsu bermain sambil mencuri-curi waktu untuk menyelesaikan pekerjaan rumah atau sekadar membalas pesan dari grup chat ibu-ibu. Dan tentu saja, tak lupa sesekali melirik WAG sekolahan si sulung, berharap ada foto terbaru si sulung, menanyakan kabarnya, atau sekadar memastikan ia baik-baik saja di sana.
Seringkali, di tengah kesibukan itu, terlintas pikiran, “Apakah ini saja hidupku? Hanya berkutat dengan urusan rumah tangga dan anak-anak?” Namun, segera kutepis pikiran itu. Aku teringat akan senyum polos mereka saat bangun tidur, pelukan hangat kakak sebelum berangkat sekolah, dan celotehan antusias mereka. Bukankah ini adalah anugerah terindah yang Allah berikan?
“Setiap ibu rumah tangga adalah seorang manajer hebat. Ia mengatur segalanya, dari hal terkecil hingga terbesar. Dan percayalah, setiap lelahmu akan menjadi ladang pahala di sisi Allah.”
Kata-kata itu selalu menjadi penguat di saat aku merasa penat. Terlebih lagi, ketika memikirkan si sulung yang kini sedang berjuang di pesantren, rasanya semangat ini semakin terpacu. Semua demi masa depan mereka, dan bekal kami di akhirat kelak tentunya.
Mungkin orang melihat aku begitu sibuk mengurus rumah dan anak-anak. Mereka mungkin mengira aku terus melaju karena ambisi. Padahal, jauh di lubuk hati, semua ini kulakukan karena sebuah tanggung jawab. Tanggung jawab untuk membesarkan anak-anak dengan sebaik-baiknya dan mendidik mereka menjadi pribadi yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat.
Setiap kali aku melakukan sesuatu untuk mereka, entah itu memasak makanan kesukaan anak-anak, membantu si kakak belajar, menemani si bungsu bermain, atau bahkan sekadar menata susunan perabotan rumah agar nyaman, yang ada di benakku bukanlah semata-mata materi. Melainkan, bagaimana aku bisa menjalankan peran sebagai seorang istri dan ibu dengan sebaik mungkin. Aku percaya, setiap upaya kecil ini, jika diniatkan karena Allah, akan bernilai ibadah yang tak terhingga.
Ini adalah bentuk tawakal ala ibu rumah tangga. Berusaha sekuat tenaga untuk mengurus keluarga, memberikan perhatian terbaik, sambil terus memohon pertolongan dan kemudahan dari Allah. Aku yakin, Allah tidak akan pernah memberikan cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya. Dan di setiap kesulitan, pasti ada kemudahan yang menyertai, bahkan di saat kita merasa tidak sanggup lagi.
Semoga kita semua, para ibu hebat di seluruh dunia, selalu diberikan kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan dalam mengarungi samudera kehidupan ini. Mengutip sepotong lirik senandung nasyid yang kadang terngiang di telinga:
“Hidup ini adalah perjuangan, tiada masa tuk berpangku tangan.”
Tinggalkan Balasan