Anak sholeh dan sholehah itu memang rezeki yang luar biasa. Tetapi anak-anak yang masih perlu banyak perbaikan bukanlah azab dari Allah. Justru bisa jadi itu bentuk kasih sayang Allah agar kita terus belajar. Sebab setiap orang diuji sesuai kebutuhan dan keadaannya.
Teruntuk Ibu yang Masih Belajar
Hai ibu-ibu tangguh di luar sana! Sebagai ibu dari tiga anak, aku merasa perlu berbagi sesuatu yang lama mengganjal di hati. Seringkali aku melihat postingan media sosial tentang anak-anak luar biasa—hafal Quran di usia lima tahun, juara olimpiade, atau selalu patuh tanpa drama. Jujur, kadang hati ini sedikit iri. Kenapa ya anak-anakku tidak seperti itu?
Lalu aku tersadar. Mungkin Allah memberiku pelajaran yang berbeda. Lewat tiga anakku yang unik dengan caranya masing-masing, Allah mengajarkanku tentang cinta sejati: cinta seorang ibu tanpa embel-embel prestasi.
Nikmati Perjalananmu dengan Ikhlas
Menjadi ibu baru kadang terasa kewalahan dengan ekspektasi sekitar. Dari kerabat yang bertanya, “Kok belum bisa bicara sih?” atau teman yang membandingkan anak. Dari timeline sosmed yang bikin kita merasa gagal. Padahal setiap anak itu istimewa dengan alurnya sendiri.
Anakku yang kedua dulu lambat bicara, kini paling cerewet di rumah. Anakku yang pertama pendiam, tapi paling peka. Si bungsu? Energinya tak terbatas, bikin pusing sekaligus bikin rumah penuh tawa. Allah tak pernah keliru memberikan amanah kepada hamba-Nya.
Untuk Para Ibu yang Sedang Berjuang
Aku paham rasanya dinilai orang lain: “Anaknya kurang disiplin” atau “Kurang perhatian di rumah ya?”. Mereka tidak tahu berapa malam kita begadang, berapa doa kita panjatkan. Setelah 12 tahun menjadi ibu, aku sadar: setiap anak datang dengan paket ujian dan berkah masing-masing.
Ada anak cerdas tapi susah diatur. Ada yang ceria tapi sulit fokus belajar. Setiap keluarga punya cerita unik. Aku sempat khawatir saat anak tengahku lambat bicara. Sempat menyalahkan diri sendiri. Kini aku paham, Allah sedang mengajariku mencintai anak dengan cara berbeda.
Pesan untuk Para “Ahli Parenting” Dadakan
Kadang kita jadi korban judgment orang lain soal anak. Tapi tanpa sadar, kita juga pernah menghakimi orang tua lain. Melihat anak tantrum di mall, lalu berkata dalam hati, “Ih, ortunya kok nggak bisa ngatur sih?” Padahal kita tidak tahu cerita di baliknya.
Mungkin anaknya sedang sakit. Mungkin ortunya baru kehilangan pekerjaan. Empati lebih penting daripada komentar. Daripada menghakimi, lebih baik kita mendoakan. Karena doa kebaikan akan berbalik kepada diri kita.
Ibu, Setiap Usaha adalah Ibadah
Sabar menghadapi anak adalah ibadah. Memeluk anak setelah ia salah juga ibadah. Bangun malam menemani anak sakit pun ibadah. Kita tidak perlu merasa gagal hanya karena anak kita tidak seperti anak orang lain. Yang terpenting adalah usaha terbaik yang kita upayakan untuk mereka.
Redefining Success dalam Parenting
Sering kita mengukur keberhasilan dari pencapaian yang terlihat. Padahal sukses punya banyak bentuk. Anak yang tidak juara kelas tapi ringan berbagi bekal—itu sukses. Anak yang nilainya biasa tetapi empati tinggi—itu sukses. Anak introvert tapi peduli pada sesama—itu juga sukses.
Allah menunjukkan banyak jalan menuju kesuksesan. Setiap anak menapaki jalannya masing-masing, dan itu patut kita syukuri.
Dear Mamas: You’re Doing Great
Tidak ada manual book untuk jadi ibu sempurna, karena memang ibu sempurna tak pernah ada. Yang ada hanya ibu yang cinta, peduli, dan berusaha terbaik untuk anak-anaknya. Anak sholeh dan sholehah memang rezeki. Tapi anak-anak yang masih dalam proses belajar juga rezeki. Mereka mengajarkan kita sabar, doa, dan cinta tanpa syarat.
Tinggalkan Balasan